Take On Page Berita Olahraga

Take On Page News Olahraga Terupdate dan Terbaru ikuti update terbaru berita bola dari club ternama diseluruh dunia.

Take On Page Berita Olahraga

Take On Page News Olahraga Terupdate dan Terbaru ikuti update terbaru berita bola dari club ternama diseluruh dunia.

Uncategorized

Igor Tudor Sangat Marah Usai Juventus Kalah Lawan Lazio

Igor Tudor Sangat Marah Usai Juventus Kalah Lawan Lazio. Malam di Stadion Olimpico, Roma, pada 26 Oktober 2025, berakhir dengan amarah membara bagi Igor Tudor. Juventus, yang datang dengan ambisi tinggi di pekan kedelapan Serie A musim 2025/2026, pulang dengan tangan hampa setelah kalah 0-1 dari Lazio. Gol cepat Toma Basic di menit ketujuh jadi mimpi buruk, dan Tudor, pelatih asal Kroasia yang baru tiga bulan menangani Si Nyonya Tua, tak bisa sembunyikan ledakannya. Saat peluit panjang berbunyi, ia langsung berteriak ke arah pemainnya, bahkan disebut-sebut memukul dinding ruang ganti hingga tangannya memar. Ini bukan kekalahan biasa; ini pukulan telak yang perpanjang tren buruk Juventus menjadi tiga laga tanpa kemenangan. Bagi Tudor, yang dibawa untuk bawa angin segar pasca-era Thiago Motta, hasil ini seperti bom waktu. Fans Turin mulai gelisah, sementara Lazio di bawah Maurizio Sarri tambah percaya diri. Apa yang bikin Tudor sampai segitunya? Ini cerita tentang frustrasi yang meledak, di mana satu malam bisa ubah segalanya di sepak bola Italia yang tak kenal ampun. INFO CASINO

Ledakan Kemarahan Tudor yang Jadi Sorotan: Igor Tudor Sangat Marah Usai Juventus Kalah Lawan Lazio

Tak lama setelah wasit Daniele Chiffi akhiri laga, kamera tangkap Tudor berjalan cepat ke terowongan, wajahnya merah padam seperti api. Di konferensi pers pasca-pertandingan, ia tak henti-hentinya kritik skuadnya. “Ini bukan Juventus yang saya kenal! Kami bermain seperti anak kecil, dan itu tak bisa diterima,” katanya dengan suara parau, tangan mengepal kuat. Tuduhan langsung mengarah ke lini belakang: ia sebut Federico Gatti “tertidur” saat Basic lepas dan tembak dari luar kotak penalti. Bahkan, sumber dekat tim bilang Tudor sempat bentak Danilo, kapten tim, karena kurang vokal di lapangan. Ini bukan pertama kalinya Tudor tunjukkan sisi tempramentalnya—dulu di Verona dan Marseille, ia sering jadi headline karena ledakan emosi. Tapi di Juventus, tekanan lebih besar; klub ini haus trofi, dan kekalahan dari rival sekota seperti Lazio terasa personal.

Ruang ganti jadi saksi bisu kemarahannya. Pemain seperti Dusan Vlahovic dan Manuel Locatelli terlihat menunduk saat Tudor berteriak, “Kalian punya nama besar, tapi main seperti amatir!” Ini strategi khas Tudor: gunakan amarah untuk bangkitkan semangat, tapi risikonya tinggi. Malam itu, ia tolak jabat tangan Sarri di pinggir lapangan, langkah yang jarang dilakukan pelatih profesional. Fans Juventus di media sosial langsung ramai; sebagian dukung Tudor sebagai “pemberani”, tapi yang lain khawatir ini picu perpecahan internal. Ledakan ini bukan cuma soal satu gol; ini akumulasi frustrasi dari start musim yang goyah, di mana Juventus cuma kumpul 12 poin dari delapan laga. Tudor, yang kontraknya sampai 2027, kini diuji: apakah amarahnya jadi bahan bakar, atau justru bikin skuad retak?

Faktor Kekalahan yang Picu Frustrasi Tudor: Igor Tudor Sangat Marah Usai Juventus Kalah Lawan Lazio

Lihat ke lapangan, jelas kenapa Tudor sampai meledak. Juventus dominasi penguasaan bola 62 persen, tapi nihil tembakan on target di babak pertama—cuma empat upaya total, dua di antaranya diblok Romagnoli. Vlahovic, yang biayanya 80 juta euro, tampil letoy: ia kalah duel udara 70 persen dan gagal ciptakan peluang berbahaya. Tudor sudah tekan taktik 4-2-3-1 dengan McKennie sebagai box-to-box, tapi lini tengah mandul tanpa kreator seperti Fagioli yang absen cedera. Respons Juventus pasca-gol Lazio lambat; mereka dorong serangan di babak kedua, tapi Provedel di gawang tuan rumah tampil heroik, tepis sundulan Kolo Muani di menit 68.

Kesalahan individu jadi puncak amarah Tudor. Gatti, bek sayap kanan, salah posisi saat Basic lepas—momen yang Tudor sebut “malu-maluin” di sesi media. Statistik tunjukkan Juventus kalah intersepsi 8-12, dan passing di sepertiga akhir cuma 45 persen akurat. Cuaca dingin Roma tambah bikin skuad kaku, tapi Tudor tak mau jadikan alasan; ia bilang, “Ini soal mental, bukan fisik.” Bandingkan dengan Lazio: Sarri terapkan pressing tinggi yang bikin Juventus panik, dan Basic jadi MVP dengan 72 sentuhan bola. Kekalahan ini mirip tren buruk Juventus sejak 2023—sering dominasi tapi gagal konversi. Bagi Tudor, yang biasa sukses dengan tim underdog, ini tantangan beda: skuad mahal tapi kurang lapar. Frustrasinya wajar; ia datang janji perubahan, tapi hasil lapangan bilang sebaliknya.

Dampak Jangka Pendek dan Tekanan untuk Tudor

Amarah Tudor langsung rasakan dampaknya. Pagi ini, 27 Oktober 2025, skuad Juventus langsung latihan intensif di Continassa, dengan Tudor pimpin drill pertahanan ekstra dua jam. Ia sebut sesi itu “pembersihan”, di mana pemain seperti Gatti dan Danilo dapat tugas tambahan. Tapi tekanan dari atas makin berat: direksi klub, yang baru stabil pasca-skandal finansial, mulai bisik-bisik soal posisi Tudor. Dengan jadwal padat—lawan Inter akhir pekan depan dan Liga Champions melawan Sporting—kekalahan ini bisa jadi awal longsor. Klasemen Serie A kini tempatkan Juventus di posisi keenam, tertinggal delapan poin dari Napoli pemuncak, dan ini bikin fans curiga: apakah Tudor cocok untuk proyek jangka panjang?

Di sisi positif, amarahnya bisa satukan tim. Dulu di Hellas Verona, ledakan serupa bawa skuad ke posisi tujuh Serie A. Vlahovic, yang dekat dengan Tudor, bilang pribadi: “Bos bikin kami sadar, ini saatnya bangkit.” Tapi risiko ada: jika kekalahan berlanjut, spekulasi pergantian pelatih muncul lagi, seperti yang tekan Allegri dulu. Bagi Juventus, ini ujian adaptasi Tudor dengan skuad bintang—bukan lagi tim lapangan hijau sederhana. Media Italia sudah ramai: Gazzetta dello Sport sebut “Tudor di persimpangan”, sementara Corriere bilang “Amarah atau resep?” Dampaknya luas: sponsor gelisah, tiket laga kandang mulai sepi, dan fans tuntut transparansi. Tudor tahu, di Turin, kesabaran tipis seperti es musim dingin.

Kesimpulan

Ledakan kemarahan Igor Tudor usai kekalahan 0-1 dari Lazio adalah cermin frustrasi mendalam di Juventus: skuad berbakat tapi rapuh, taktik ambisius tapi eksekusi lemah. Dari teriakan di ruang ganti hingga kritik pedas di pers, ini sinyal Tudor tak mau kompromi—tapi juga pengingat betapa rapuhnya posisinya. Musim 2025/2026 masih panjang, dengan peluang bangkit lawan Inter sebagai ujian pertama. Bagi Si Nyonya Tua, amarah Tudor bisa jadi percikan api atau bara yang bakar habis. Yang pasti, sepak bola Italia tak beri ruang untuk keluhan; hanya hasil yang bicara. Tudor, dengan gaya Kroasia-nya yang keras, punya kesempatan buktikan: kemarahannya bukan akhir, tapi awal perubahan. Fans Turin tunggu, apakah malam Roma jadi titik balik, atau cuma babak baru dalam cerita panjang kegagalan.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…