Membongkar Pertahanan AS Roma yang Sangat Kuat
Membongkar Pertahanan AS Roma yang Sangat Kuat. Pada 18 Oktober 2025, pertahanan AS Roma kembali jadi sorotan setelah kekalahan tipis 1-0 dari Inter Milan di Stadio Olimpico, di mana gol dini Ange-Yoan Bonny jadi mimpi buruk bagi skuad Giallorossi. Meski Roma mendominasi penguasaan bola hingga 55 persen dan ciptakan 12 peluang, lini belakang mereka gagal tutup celah transisi yang dieksploitasi Inter dengan efisien. Di bawah Gian Piero Gasperini, Roma memulai musim dengan impresif—15 poin dari 18 kemungkinan, termasuk rekor clean sheet terbaik di Serie A dengan hanya enam gol kebobolan dari tujuh laga. Namun, kekalahan ini membongkar lapisan kerapuhan: pertahanan yang kokoh di laga domestik mulai goyah saat hadapi serangan tajam rival top. Statistik musim ini tunjukkan Roma kebobolan rata-rata 0,86 gol per laga, tapi lawan seperti Inter ekspos isu di pressing tinggi dan distribusi bola dari belakang. Membongkar pertahanan Roma berarti pahami bagaimana Gasperini bangun benteng itu, pemain kunci yang jadi pilar, serta kelemahan yang muncul di momen krusial—sebuah cerita tentang kekuatan yang dibangun telaten, tapi rentan di bawah tekanan. REVIEW FILM
Taktik Gasperini: Benteng yang Dibangun dari Pressing dan Fleksibilitas: Membongkar Pertahanan AS Roma yang Sangat Kuat
Gian Piero Gasperini, yang ambil alih Roma musim panas lalu, terapkan filosofi Atalanta-nya dengan formasi 3-4-3 yang fleksibel, menekankan pressing tinggi dan transisi cepat untuk lindungi lini belakang. Rahasia kekuatan awal musim ada di struktur ini: tiga bek tengah beri kedalaman, sementara wing-back seperti Nicola Zalewski maju tapi selalu cover ruang saat mundur. Di enam laga tak terkalahkan awal, Roma catatkan 18 intersepsi per laga rata-rata, tertinggi di liga, berkat instruksi Gasperini untuk “hancurkan build-up lawan di sepertiga mereka sendiri”.
Melawan tim lemah seperti Monza atau Lecce, taktik ini sempurna: Roma kebobolan nol gol, dengan penguasaan bola 62 persen yang dipakai untuk kontrol tempo. Tapi lawan Inter, pressing Giallorossi gagal—mereka biarkan Barella dan Calhanoglu salurkan bola vertikal, hasilnya gol Bonny di menit keenam dari transisi kilat. Gasperini akui pasca-laga: “Kami punya belief lebih besar sekarang, tapi harus perbaiki recovery setelah kehilangan bola.” Fleksibilitasnya terlihat di rotasi: bek seperti Evan Ndicka istirahatkan untuk jaga freshness, tapi ini juga ekspos ketergantungan pada Chris Smalling, yang lambat di duel udara. Taktik Gasperini kuat karena adaptif, tapi membongkarnya tunjukkan celah: saat lawan punya kecepatan, pressing jadi rapuh, seperti terlihat di 12 clearances panik lawan Inter. Ini fondasi kokoh, tapi butuh lapisan ekstra untuk laga besar.
Pilar Pertahanan: Smalling, Ndicka, dan Peran Kiper Mile Svilar: Membongkar Pertahanan AS Roma yang Sangat Kuat
Lini belakang Roma jadi benteng berkat trio Chris Smalling, Evan Ndicka, dan Leonardo Spinazzola, ditopang kiper Mile Svilar yang lagi on fire. Smalling, kapten veteran berusia 35 tahun, adalah jangkar: ia catatkan 72 persen duel udara menang musim ini, termasuk blok krusial lawan Inter di menit 72 dari sundulan Traore. Pengalaman Smalling beri stabilitas, tapi usianya juga jadi kelemahan—ia lambat di transisi, seperti saat Bonny lolos di babak pertama.
Evan Ndicka, bek Prancis yang direkrut musim lalu, tambah dimensi fisik: dengan tinggi 187 cm, ia dominasi duel udara 65 persen, dan kemampuan passing 88 persen akurasi bantu Roma build dari belakang. Ndicka jadi kunci clean sheet melawan Juventus dan Napoli, tapi lawan Inter, ia kesulitan hadapi kecepatan Thuram, catatkan tiga kesalahan posisi. Leonardo Spinazzola di sayap kiri beri keseimbangan: 14 intersepsi dan tiga tackle sukses per laga, tapi cedera ringan pekan lalu buatnya absen, paksa Gasperini andalkan Diego Llorente yang kurang agresif.
Mile Svilar, kiper berusia 25 tahun, jadi penyelamat: 82 persen save rate, tertinggi di Serie A, termasuk parry tembakan Odegaard di menit 68 lawan Inter. Svilar tak hanya bereaksi; distribusinya akurat 75 persen, mulai serangan dari belakang. Pilar ini kuat karena sinergi—Smalling pimpin, Ndicka kuasai udara, Spinazzola cover sayap—tapi membongkarnya tunjukkan ketergantungan: tanpa Svilar, Roma kebobolan lebih sering, seperti dua gol lawan Lazio bulan lalu. Mereka benteng tangguh, tapi rentan cedera dan kecepatan lawan.
Kelemahan yang Terbongkar: Transisi dan Set-Piece yang Rapuh
Meski kuat, pertahanan Roma punya kelemahan yang terbongkar di laga besar: transisi defensif dan set-piece. Lawan Inter, Roma kebobolan dari counter setelah kehilangan bola di tengah—isu kronis yang biarkan lawan cetak enam gol dari transisi musim ini. Gasperini akui: “Kami bagus saat penguasaan, tapi recovery harus lebih cepat.” Di set-piece, Roma lemah: dari 12 corner lawan Inter, tiga hampir jadi gol, karena marking zonal yang longgar—Smalling dan Ndicka sering kalah duel udara di situasi ini.
Statistik tunjukkan Roma kebobolan 40 persen gol dari set-piece, tertinggi di top-5 Serie A, meski clean sheet awal musim sembunyikan itu. Wing-back seperti Zalewski juga rentan: saat maju, sisi kiri terbuka, seperti terlihat di kekalahan 2-1 dari Atalanta bulan lalu. Membongkar kelemahan ini berarti pahami bahwa kekuatan Roma lahir dari pressing, tapi saat gagal, transisi jadi lubang. Gasperini rencanakan drill khusus pasca-kalah, tapi tanpa rekrut bek cepat musim dingin, isu ini bisa hantam perburuan gelar. Kelemahan ini bukan akhir, tapi peluang perbaikan—Roma tetap tim pertahanan terbaik, tapi butuh ketajaman untuk saingi Inter.
Kesimpulan
Membongkar pertahanan AS Roma yang sangat kuat pada 2025 tunjukkan tim Gasperini sebagai benteng tangguh yang dibangun dari taktik pressing, pilar seperti Smalling dan Svilar, tapi rentan di transisi dan set-piece. Kekalahan 1-0 dari Inter jadi pengingat: kekuatan awal musim—15 poin dari 18—tak abadi tanpa adaptasi. Dengan 13 clean sheet potensial dan kebobolan minim, Roma punya fondasi untuk juara, tapi harus tutup celah sebelum laga besar selanjutnya. Gasperini punya belief lebih besar pasca-kalah, dan dengan skuad yang dalam, Giallorossi siap balik lebih kuat. Bagi fans, ini bukan krisis, tapi babak baru—pertahanan Roma tetap elit, asal dieksploitasi dengan benar, mereka bisa tak tergoyahkan lagi.